Prodi

Ramadhan dan Habituasi

Oleh Fuad Munajat, SS., MA.

Dalam ayat perintah berpuasa, dinyatakan  Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Sungguh menarik memperhatikan ayat tersebut terutama pada bagian “sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”. Hal ini menyiratkan bahwa puasa tidak hanya kewajiban umat Islam tetapi juga umat-umat sebelum kita. Dengan kata lain, ibadah ini memiliki urgensi dan manfaat yang sangat besar bagi manusia. Tidak heran kalau syariat berpuasa ramadhan menjadi salah satu rukun Islam yang menjadi pilar utama penopang kesempurnaan beragama.

Al-Imam al-Hafidz ‘Izzuddin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdus Salam As-Sulami menyatakan bahwa puasa memiliki dua manfaat, ruhani dan jasmani. Di antara manfaat ruhaniyah puasa adalah meningkat derajat, menghapus kesalahan, menghancurkan syahwat, memperbanyak sedekah, meningkatkan ketaatan, dan memupus maksiat. Adapun manfaat jasmaniah puasa adalah meningkatkan kesehatan pikiran dan badan. Tidak salah jika suatu waktu Baginda Nabi SAW bersabda: “Shumuu Tashihhuu”, (berpuasalah, maka kamu akan sehat).

Di samping itu, puasa ramadhan juga memiliki manfaat lain yang tidak kalah pentingnya yakni manfaat habituasi. Istilah ini secara sederhana bermakna pembiasaan atau penyesuaian pada suatu hal. Habituasi merupakan salah satu proses pembelajaran non-asosiatif yang tergolong proses pembelajaran dasar dengan cara pemberian rangsangan secara terus menerus dan menghasilkan tanggapan yang diinginkan. Jika diperhatikan, kegiatan ramadhan memiliki pola habituasi yang sangat terstruktur mulai dari bangun sahur sebelum subuh, puasa dari pagi hingga sore hari, shalat tarawih dan witir, hingga tadarrus al-Qur’an. Semua dilaksanakan selama satu bulan lamanya. Seorang motivator pernah mengatakan: “Hanya dengan melakukan kegiatan rutin selama 7 hari saja, kita dapat memperbaiki body clock  yang kita miliki.” Tubuh kita memiliki jam rutin (body clock) yang dapat kita ubah dan sesuaikan jika melakukan aktivitas selama satu minggu berturut-turut. Artinya, jika hanya dalam waktu 7 hari saja kita dapat menyesuaikan kebiasan jam rutin kita (body clock), maka kegiatan ramadhan baik shiyam maupun qiyam selama 30 hari tentu memiliki dampak yang jauh lebih besar.

Namun demikian Baginda Nabi SAW di waktu yang lain juga mewanti-wanti betapa banyak orang berpuasa yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga atau dengan kata lain puasanya tidak berdampak sedikit pun. Hal ini tentu menjadi renungan tersendiri bagi kita bahwa berpuasa memiliki dimensi yang lebih besar ketimbang dimensi fisik. Tentu saja, puasa yang berdampak positif dan dapat mengubah kebiasan pelakunya adalah puasa yang dilaksanakan dengan penuh keimanan dan mengharap keridhaan dari Allah SWT semata.

Share this Post: