Prodi

Puasa dan Etos Kerja Positif

  1. Oleh: Dr. Adri Efferi, M. Ag

Tidak bisa dipungkiri, membicarakan tentang amalan-amalan apakah dengan kriteria wajib, sunnah bahkan mubah, maka bentuk balasan atau ganjaran yang akan diterima menjadi salah satu pertimbangan untuk melakukannya. Sebagai contoh, apabila sholat sendirian akan mendapat balasan 1 derajat dan berjama’ah 27 derajat. (HR. Bukhori dan Muslim). Haji yang mabrur maka akan dibalas syurga (HR. Bukhori dan Muslim), dan berbagai amalan lainnya disebutkan secara jelas tentang bentuk dan nilainya berdasarkan sumber-sumber yang bisa dipercaya. 

Namun beda halnya dengan puasa, hanya disampaikan secara isyarat saja, atau dengan kata lain masih butuh penjelasan lebih lanjut. Misalnya pada ayat yang sering dibacakan di bulan Ramadhan, firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Atau dalam sebuah Hadis Qudsi Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda: “Allah berfirman, semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Bukhori dan Muslim) Dan tentunya masih banyak ayat dan hadis senada yang lain.

Menarik apabila dikaji lebih lanjut terkait dengan balasan atau pahala puasa ini, apalagi informasi dari Hadis Qudsi di atas, betapa puasa memiliki nilai yang sangat istimewa di mata Allah SWT. Pertanyaannya, apa sih keistimewaan dari puasa itu ?, sehingga menjadi milik Allah dan Allah juga yang akan membalasnya. Menurut penulis sekurang-kurangnya ada 2 penjelasan rasionalnya:

  1. Dengan berpuasa akan terjalin kedekatan antara Sang Khaliq dan makhluk-Nya. Karena ketika seseorang sedang berpuasa, maka yang mengetahui secara pasti kondisi itu hanyalah yang bersangkutan dan Allah SWT. Boleh jadi, seseorang memperlihatkan ekspresi keletihan yang luar biasa di siang hari bulan Ramadhan, padahal sebelumnya ia telah mampir di warung untuk makan siang. Atau sebaliknya, seseorang yang bekerja dengan sangat giat tanpa mengenal letih, padahal sesungguhnya pada saat itu ia sedang menjalankan ibadah puasa.
  2. Pengawasan Allah akan sangat terasa ketika seseorang berpuasa. Artinya, kesempatan untuk makan dan minum atau aktifitas-aktifitas lain yang membantalkan puasa, sesungguhnya sangat mungkin dan sangat bisa dilakukan. Ibarat kata, peluang bisa dicari dan kesempatan bisa diciptakan. Mengapa kita tidak melakukannya?. Karena kita sadar dan yakin, penglihatan manusia bisa ditutup dan direkayasa, tapi tidak berlaku pada Allah SWT. Dengan kesadaran ini, tentunya puasa akan dipertahankan, sekalipun banyak godaan untuk membatalkannya.

Para pembaca yang budiman, sungguh luar biasa hikmah di balik perintah berpuasa, disamping balasan atau pahala yang disiapkan khusus oleh Allah, bisa di dunia ataupun kelak di akhirat. Tapi sesungguhnya penulis membayangkan, apabila kemudian kondisi ketika seseorang sedang berpuasa (merasa dekat dan senantiasa diawasi oleh Allah), diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia kerja, rasa-rasanya sikap dan prilaku yang tidak terpuji seperti malas-malasan, bekerja serius kalau  dilihat pimpinan, banyak absen, hasil kerja kurang optimal dan lain-lain insyaallah akan berkurang atau hilang sama sekali, karena semuanya akan dikembalikan kepada Allah dan bekerja itu sebagai salah satu bentuk pengabdian terbaik kita pada-Nya. Wallahu’a’lam

Share this Post: