Prodi

Merenungkan Kembali Hadis Rubba Shaim

Oleh Fuad Munajat

Setiap Ramadhan tiba, kaum muslimin selalu menyambutnya dengan riang gembira. Berbagai jadwal kegiatan disusun. Masjid dan mushalla seolah tidak mau ketinggalan menyiapkan agenda rutin tahunan mulai shalat tarawih berjamaah, tadarrus al-qur’an, atau sekedar berbuka bersama. Tahun ini terasa berbeda. Di tengah pandemi covid 19, ritual Ramadhan seakan diubah sentralnya dari tempat-tempat ibadah menjadi di tengah keluarga. Meskipun demikian subyek puasa tetaplah sama, yakni mereka yang dipanggil Allah dengan sebutan orang-orang yang beriman.

Tahun demi tahun puasa ramadhan dilaksanakan, seolah purna tujuan pensyariatannya la’allakum tattaquun, menjadi orang yang bertakwa. Namun kenyataan berkata lain, betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak ada dampak berarti dalam hidupnya. Puasa pergi, kedermawanan juga ikut pergi. Ramadhan berlalu, semua kebiasaan baik pun hanyut bersamanya. Alih-alih mendapat predikat hamba yang bertakwa, kita malah kembali kepada kondisi lama yang menyesakkan dada.

Tidak heran jika Nabi Muhammad pernah bersabda: “Rubba shaaim laysa lahu min shiyaamihi illal juu’ wa rubba qaaim laysa lahu min qiyaamihi illas sahar”, “betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapat apa-apa selain rasa lapar dan betapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapat apa-apa kecuali (kantuk akibat) begadang.” Hadis ini mensinyalir betapa predikat muttaqin bukan milik semua orang yang berpuasa. Dalam kitab-kitab tafsir dijelaskan makna tattaquun yang merupakan derivasi dari ittaqaa-yattaqii memiliki bentuk dasar (mujarrad) waqaa-yaqii yang artinya menjaga. Dalam hal ini, orang yang bertakwa adalah mereka yang dapat menjaga dirinya dari berbagai maksiat karena puasa dapat menghancurkan hawa nafsu (syahwat) yang tidak lain merupakan pangkal dari segala maksiat.

Agar kita meraih predikat muttaqin, kita harus meningkatkan kualitas puasa kita dari sekedar menahan lapar, dahaga, dan syahwat menuju puasa yang dapat menjaga tidak hanya ketiga hal tersebut tetapi juga menjaga pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan dari segala macam dosa. Bahkan hingga tingkatan menjaga hati dari hal-hal yang dapat memalingkan diri dari Allah SWT.

Share this Post: