Prodi

Menuju Ibadah Puasa yang Berkualitas (Integrasi Dimensi Eksoteris dan Esoteris)

Oleh  :  Dr. H. Zumrodi, M.Ag

Puasa adalah salah satu bentuk ibadah mahdlah atau ibadah ritual yang diwajibkan  oleh Allah kepada umat Islam. Ibadah ritual apapun yang diwajibkan oleh Allah kepada umat Islam,baik shalat,zakat, puasa maupun haji pasti di dalamnya  ada muatan-muatan atau pesan pesan untuk membentuk akhlakul karimah. Dengan kata  lain, bahwa ibadah ritual  itu adalah merupakan suatu instrumen untuk mewujudkan substansi yakni terbentuknya  akhlakul karimah pada  pelaku ibadah ritual itu sendiri.Akhlakul karimah inilah yang menjadi misi utama nabi  Muhammad saw. Disebutkan dalam suatu hadis, bahwa nabi Muhammad diutus di  dunia adalah untuk reformasi moral. Namun dalam kenyataan empiris di lapangan, banyak orang yang melakukan ibadah ritual akan tetapi ibadah yang dilakukan itu tidak  memberikan dampak dalam pembentukan akhlaqul karimah. Banyak orang yang melakukan ibadah shalat, puasa, haji akan tetapi tidak bisa  membuahkan akhlakul karimah. Fenomena semacam ini menunjukkan bahwa ada kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaan ibadah. Sehingga ibadah ritual yang dilakukannya tidak berkualitas. Dalam tulisan singkat ini ingin  mendeskripsikan bentuk puasa yang berkualitas. Puasa dikatakan berkualitas kalau puasa itu bisa mewujudkan dampak yang positif pada pelaku puasa itu sendiri. Dampak positif ibadah puasa misalnya,munculnya sikap rahmah dan kasih  sayang pada  pelaku puasa, kedisiplinan, sikap sabar,tidak  mudah putus asa, kecerdasan spiritual  dan  kecerdasan emosional.

Untuk bisa mencapai  puasa yang berkualitas  ada upaya yang harus dilakukan, yakni harus ada integrasi antara dimensi eksoteris (lahir) dan  dimensi esoteris (batin) dalam pelaksanaan ibadah  puasa. Puasa yang dilakukan dengan hanya meninggal makan minum, hubungan suami istri  mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dikategorikan sebagai puasa  yang hanya menyentuh pada dimensi eksoteris atau yang disebut dengan puasa lahir.Puasa yang  semacam menjadi bahasan dalam kitab-kitab fikih. Oleh karena  itulah kitab-kitab fikih bisa dikatakan mengurusi hal-hal yang bersifat kulit atau form-formnya saja. Untuk mencapai puasa yang  berkualitas sudah barang harus ada integrasi dalam pelaksanaan ibadah puasa.Integrasi pelaksanaan ibadah  puasa bisa terwujud kalau puasa  itu dilakukan dengan puasa lahir dan batin.Puasa lahir yang dilakukan hanya sebatas menahan makan minum,hubungan  suami istri  (shaumul  bathni wal  farji) mulai terbitnya fajar sampai  terbitnya matahari harus disertai menahan panca indra (hawas) dari selurah perbuatan yang tidak baik. Disamping itu pula  harus disertai pula dengan menahan fikiran dan hati (shaumul fikri wal qalbi)dan seluruh hal-hal yang tidak baik. Untuk menuju puasa yang berkualitas ini sebetulnya sudah digagas oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ulumuddin yang menyatukan antara syari’at dan tasawuf. Dalam kitab ini al-Ghazali mengklasifikasikan puasa menjadi tiga : puasa ‘aam, puasa khusus dan khususul khusus. Puasa ‘aam adalah puasa yang hanya sekedar meninggalkan  makan dan minum dan hubungan suami istri. Puasa ini dapat dilakukan oleh kebanyakan orang. Puasa khusus adalah puasa menahan indra. Sedang puasa khusulkhusus adalah  puasa menahan pikiran dan hati. Dengan menyatukan tiga puasa inilah  akan menjadi puasa  yang berkualitas yang dapat membentuk manusia yang muttaqin.Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat : 187, yang artinya “hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa agar menjadi orang yang muttaqin”  yakni  orang yang bisa menjaga perintah-perintah dan dapat mengendalikan diri dari perbuatan  yang tidak baik.

Share this Post: